Satu sosok yang menjadi tulisan di minggu ini. Kalau bukan karena tugas, saya tidak akan mampu menulisnya 😀
Salah satu dari 65 Sahabat Rasulullah Saw yang namanya akan dikenang sepanjang masa, Sa’id bin Amir Al Jumahi Ra.
Check it out!
Sa’id bin Amir Ra
Oleh Ary Nur Husna
“Said bin ‘Amir Adalah Seorang yang Sanggup Membeli Akhirat
dengan Dunia. Ia Adalah Orang yang Mendahulukan Allah Dan
Rasul-Nya Daripada Siapapun.”
(Ahli Sejarah)
Sa’id bin Amir Al Jumahi sahabat Rasulullah yang berasal dari luar kota mekkah bernama Tan’im. Masuknya islam sa’id bin Amir tidak lama setelah kejadian luar biasa, pembunuhan Khubaib bin ‘Ady. Dimana pada saat itu sa’id bin amir beserta ribuan penduduk tan’im lainnya mendapatkan undangan dari para pemuka quraisy. Sewaktu tiba ditempat beribu orang telah memenuhi tempat pembunuhan Khubaib. Dengan semangat dan kekuatan seorang pemuda membuat sa’id berhasil maju kebarisan depan sehingga beliau sejajar dengan para pemuka quraisy. Dengan cara ini Allah membuat sekenario terindah bagi masa depan sa’id kedepannya, saat ia menjadi bagian hamba terbaik yang dimiliki oleh umat islam. Posisi sa’id yang sejajar dengan para pemuka quraisy membuat beliau jadi bisa melihat dengan jelas dan dekat prosesi pembunuhan Khubaib.
Dalam buku yang berjudul “Kisah Heroik 65 sahabat Rasulullah” karya Dr. Abdurrahman Ra’fat al-Basya disana diceritakan secara rinci proses pembunuhan Khubaib hingga akhirnya atas kejadian itu Sa’id bin amir Ra memeluk islam. Berikut rincian penjelasan yang ditulis pada buku karya Dr. Abdurrahman Ra’fat.
Berdirilah pemuda yang bernama Said bin ‘Amir Al Jumahy dengan tegaknya dihadapan Khubaib. Ia menyaksikan Khubaib berjalan ke arah kayu yang telah dipancangkan. Said mendengar suara Khubaib yang tenang diantara jeritan dan teriakan para wanita dan anak-anak. Khubaib berkata: “Dapatkah kalian mengizinkan aku untuk melakukan shalat dua rakaat terlebih dahulu…?”
Said lalu memperhatikan Khubaib saat ia menghadap kiblat dan melakukan shalat dua rakaat. Betapa bagus dan sempurna dua rakaat shalat yang dikerjakannya…Said juga memperhatikan saat Khubaib menghadap para pemuka Quraisy seraya berkata: “Demi Allah, kalau kalian tidak menduga bahwa aku akan memperpanjang shalat karena merasa takut mati, pasti aku akan memperbanyak bilangan shalat tadi.”
Said menyaksikan kaumnya dengan kedua mata kepalanya saat mereka memotong bagian tubuh Khubaib yang masih hidup. Mereka memotong setiap bagian tubuh Khubaib sambil berkata kepadanya: “Apakah kau ingin
Muhammad menggantikan posisimu ini dan engkau akan selamat karenanya?”
Ia menjawab –padahal darah mengalir di sekujur tubuhnya-: “Demi Allah, aku lebih suka menjadi pengaman dan meninggalkan istri dan anakku, daripada Muhammad di tusuk dengan duri.” Maka semua manusia yang hadir saat itu mengacungkan tangan mereka ke langit, seraya berteriak sengit: “Bunuh dia… bunuh dia!”
Lalu Said bin ‘Amir menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa Khubaib mengangkat pandangannya ke langit dari atas tiang kayu seraya berdo’a:” Ya Allah, hitunglah satu demi satu mereka semua.Bunuhlah mereka secara kejam. Janganlah kau sisakan satuorangpun dari mereka.” Khubaib pun meniupkan nafasnya yang terakhir. Pada tubuhnya banyak sekali bekas luka pedang dan tombak yang tidak bisa dihitung manusia.
Suku Quraisy pun telah kembali ke Mekkah, dan mereka semua sudahlupa akan bangkai tubuh dan proses pembunuhan Khubaib.Akan tetapi dalam diri seorang pemuda yang hampir baligh bernama Said bin ‘Amir Al Jumahy tidak pernah hilang bayangan Khubaib sesaatpun.
Said sering kali melihat Khubaib di kala tidur. Saat terjagapun, Said sering melihatnya dengan ilusi. Tergambar di benak Said saat Khubaib melakukan shalat dua rakaat yang begitu tenang dan nikmat didepan kayu yang terpancang. Said mendengar getaran suara Khubaib di telinganya saat Khubaib berdo’a untuk kehancuran suku Quraisy. Said menjadi khawatir terkena petir dibuatnya, atau takut terkena hujan batu yang jatuh dari langit karenanya. Lalu Khubaib seperti telah mengajarkan Said apa yang belum diketahui sebelumnya….
Khubaib mengajarkannya bahwa hidup yang sesungguhnya adalah akidah dan jihad di jalan akidah hingga mati. Khubaib mengajarkannya bahwa iman yang mantap akan
menimbulkan banyak keajaiban dan mukjizat. Khubaib juga mengajarkannya hal lain, yaitu bahwa pria yang dicintai oleh para sahabatnya dengan cinta seperti ini tiada lain adalah seorang Nabi yang didukung oleh langit.
Pada saat itu pula, Allah Swt melapangkan dada Said bin Amir untuk memeluk Islam. Maka ia berjalan menghampiri kerumunan manusia dan mengumumkan keterlepasan dirinya dari perbuatan dosa yang telah dilakukan suku Quraisy, dan ia berikrar akan meninggalkan segala berhala yang pernah disembanya dan ia mengumumkan bahwa ia telah masuk Islam.
MasyaAllah, Allahuakbar! Begitu indah sekenario Allah buat Sa’id bin Amir Ra.
Setelah keislaman sa’id bin amir, beliau ikut berhijrah bersama kaum muslimin lainnya ke Madinah. Setalah keislamannya beliautidak pernah absent dalam mengikuti perang bersama Rasulullah dan kaum muslimin lainnya. Perang pertama beliau adalah perang Khaibar.
Tidak sampai disitu saja keistiqomahan beliau terhadap perintah Allah dan menjalankan sunnah Rasulullah saw membuat beliau terus menjadi contoh orang beriman dan orang yang psangat di sayangi oleh Khalifah Abu bakar dan Umar bin khatab, selepas rasulullah saw telah tiada.
Sampai pada masa ke Khilafahan Umar bin Khatab beliau diangkat menjadi Gebernur di negri Himsh.
Sebagai gebernur, sa’id bin amir menjalankan tugasnya dengan baik. Sehingga rakyatnya sangat menyanyangi serta mentaati beliau. Padahal pemimpin-pemimpin sebelumnya sangat sering ditentang oleh rakyat Himsh. Walaupun rakyat Himsh sangat mencintai Sa’id, keluhan dan aduan tetap saja muncul. Hingga akhirnya Sa’id disuruh menghadap Khilafah Umar bin Khatab. Cerita ini sudah tidak asing lagi ditelinga kita –walaupun nama tokohnya sering terlupa- dimana sa’id diajukan empat keluhan oleh rakyatnya, yaitu: “Ia tidak keluar bekerja sehingga hari sudah sangat siang”, “Ia tidak mau melayani seorangpun pada malam hari”, “Ada satu hari dalam sebulan dimana Ia tidak pernah keluar untuk mengurusi kami” dan keluhan terkahir “Sering kali Ia kehilangan kesadaran sehingga Ia tidak mengenali orang yang berada disekelilingnya”.
Dengan penuh tawadu Sa’id bin Amir Ra menjawab, “Demi Allah tadinya aku tidak mau mengatakan hal ini. Namun karena ini harus disampaikan maka akupun akan menceritakannya. Aku tidak punya pembantu di rumah. Setiap kali aku bangun di pagi hari, maka aku harus menumbuk gandum buat keluargaku. Kemudian aku harus mengaduknya dengan perlahan sehingga ia menjadi ragi. Lalu aku buatkan roti untuk keluargaku. Kemudian aku berwudhu dan keluar untuk mengurusi permasalahan manusia.”
Keluhan kedua dijawab beliau dengan, “Demi Allah, Sungguh aku juga sungkan untuk menceritakan hal ini… Aku telah membagi waktu siangku untuk berkhidmat dalam urusan mereka, dan waktu malamku untuk Allah Swt”
Dilanjutkan keluhan ketiga dijawab beliau dengan, “Aku tidak memiliki pembantu, wahai Amirul Mukminin. Dan aku tidak memiliki baju kecuali yang sedang aku pakai ini. Aku mencucinya sebulan sekali dan aku menunggunya hingga ia kering. Dan pada penghujung hari, baru aku dapat keluar menemui mereka.”
Terakhir keluhan keempat dijawab beliau dengan, “Aku menyaksikan pembunuhan Khubaib bin
Pada saat itu aku musyrik, dan aku melihat para penduduk Quraisy memotong jasadnya dan mereka bertanya kepada Khubaib: ‘Apakah kau ingin Muhammad menggantikanmu di sini?’ Ia menjawab: ‘Demi Allah, aku tidak suka merasa aman dengan istri dan anakku, padahal Muhammad sedang dicucuk dengan duri….’ Dan aku selalu teringat akan hari itu dan mengapa aku tidak menolongnya sehingga aku menduga bahwa Allah tidak mengampuniku. Maka akupun hilang kesadaran karenanya”
Setelah kejadian itu Umar langsung memberikan 1000 dinar pada Sa’id bin Amir. Namun uang itu malah di sedekahkan seluruhnya untuk para fakir miskin. Hal ini juga mendapat dukungan penuh oleh istri Sa’id bin Amir. Sesosok Istri luar biasa dan patut menjadi contoh buat para istri. Beliau tidak tertipu akan harta dan selalu menjadi pendukung terdepan dalam kebaikan dan kedermawanan terhadap suaminya.
Ketika beberapa orang sahabat dan kerabatnya menasehatinya untuk memberikan kelapangan belanja untuk keluarganya dan juga kerabat istrinya, karena penghasilannya memang memungkinkan untuk merealisasikannya. Atas saran seperti ini, Sa’id menjawab dengan mengutip sabda rasulullah saw: “Saya tidak ingin ketinggalan dari rombongan pertama, yakni setelah rasulullah saw bersabda : Allah akan menghimpun manusia untuk dihadapkan ke pengadilan. Maka datanglah orang-orang miskin yang beriman, mereka maju berdesak-desakan menuju surga tak ubahnya kawanan burung merpati. Lalu ada Malaikat yang berseru kepada mereka, ‘Berhentilah kalian untuk menghadapi perhitungan (hisab)!!’ Mereka menjawab, ‘Kami tidak punya apa-apa untuk dihisab.’ Maka Allah berfirman, ‘Benarlah hamba-hambaKu itu….’ Maka masuklah mereka ke dalam surga sebelum orang lain memasukinya, tanpa dihisab.”
Begitulah sosok hamba terbaik yang dibentuk serta dimiliki Islam. Hanya islam yang bisa membentuk sosok-sosok tangguh penggenggam dunia serta akhirat. Semoga Allah meridhoi Sa’id bin Amir Ra beserta Istri beliau, dimana beliau adalah seorang yang mampu mendahulukan kepentingan orang lain, meski Ia berasa dalam kondisi yang mendesak.
Bagaimana dengan kita, umat muslim abad ini? Harusnya ketika membaca kisah-kisah para sahabat, segera setalah selasai membacanya, kita langsung bersemangat untuk menerapkan prinsip-prinsip islam yang mengakar disetiap jiwa-jiwa mereka (para sahabat), generasi terbaik yang dimiliki islam. Mencontoh pribadi Sa’id bin Amir beserta istrinya yang selalu mengikuti suaminya pada hal zuhud dan ketaqwaan. Semoga kita bisa menjadi bagiaan dari generasi yang diridhoi Nya dan dicintai Nya layaknya Para Sahabat..
Allahumma Aamiin..
—-the end—-
Selalu menggali kisah-kisah sahabat atau kaum muslimin lainnya di zaman nabi dan rasul. Dari sana pastinya banyak hikmah yang menginspirasi untuk kehidupan yang singkat ini.